Search

Tuesday 2 April 2013

Laut Yang Dibakar Api


Imam Abu Dawud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang pergi haji, berumrah, atau berperang dijalan Allah. Sesungguhnya dibawah laut ada api dan dibawah api ada laut”

Apa yang disebutkan dalam hadis ini sesuai dengan sumpah Allah yang terdapat dalam Surah al-Thurr:
Demi bukit, dan kitab yang ditulis,’pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Makmur, dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang dibakar api, sesunggubnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (QS Al-Thur : 1-8)

Ketika ayat itu diturunkan) orang-orang Arab belum bisa memahami maksud “laut yang dibakar api” .  Paparan dalam hadis dan ayat di atas seakan-akan bertentangan dan tak masuk akal. Sebab, air akan memadamkan api dan api dapat menguapkan air. Bagaimana mungkin dua hal yang bertolak belakang itu disatukan? Pertanyaan inilah yang mendorong para ulama klasik sampai pada kesimpulan bahwa “laut yang dibakar api” adalah peristiwa yang akan rerjadi kelak di hari akhir. Mereka menyandarkan kesimpulan ini pada ayat lain dalam Surah al-Takwir ayat 6, “Dan apabila lautan dibakar (sujjirat)”

Memang semua ayat yang ada di awal Surah al-Takwir menunjukkan pada persoalan-persoalan yang akan terjadi di masa depan, yakni di alam akhirat. Namun, semua sumpah yang ada di awal-awal Surah al-Thurr berkaitan dengan berbagai realitas kehidupan kita sekarang, di dunia ini.
Jawaban atas misteri yang disabdakan Muhammad rosulullah saw dan firman Allah 14 abad silam tersebut baru mulai terungkap setelah Perang Dunia II, saat para ilmuwan melakukan ekspedisi bawah laut untuk mencari harta karun atau sisa-sisa peradaban kuno yang tenggelam di dasar samudra. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan apa yang mereka temukan. Mereka melihat deretan pegunungan vulkanik sepanjang puluhan ribu kilometer di tengah-tengah dasar samudra, salah satunya di Laut Merah.

Di antara fenomena mencengangkan yang dapat disaksikan para ahli sekarang ini adalah bahwa kobaran lava di dasar samudra atau lautan itu tidak bisa padam. Dan sebaliknya, sekalipun temperatur lava mencapai di atas 1.000 c, air yang terdapat di samudra itu tidak sampai habis menguap. Fenomena ini menunjukkan adanya keseimbangan antara air dan api (lava). Fenomena yang dapat kita saksikan di setiap samudra dan beberapa laut (seperti Laut Merah) merupakan bukti kemahakuasaan Allah serta kebenaran kandungan Al-Quran dan kerasulan Muhammad.

Dalam sebuah proyek gabungan antara Kerajaan Arab Saudi, Sudan, dan salah satu negara Eropa untuk mengeksplorasi kekayaan mineral di dasar Laut Merah, para pekerja menyaksikan sebuah fenomena yang menurut mereka sangat mengejutkan. Fenomena ini bermula ketika mereka mengangkat tanah dari dasar Laut Merah, yang kedalamannya mencapai 3.000 meter, dengan menggunakan alat keruk. setelah diletakkan di dek kapal, alat keruk itu tidak dapat didekati, karena sangat panas. Dan ketika dibuka, keluarlah gumpalan-gumpalan tanah bercampur air panas yang mengepulkan asap. Setelah diteliti, panasnya ternyata mencapai 3000 C!

Berdasarkan penelitian para ahli, ledakan (erupsi) gunung berapi di dasar samudra lebih dahsyat daripada ledakan gunung berapi yang ada di daratan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa air tanah dikeluarkan oleh Allah Swt. dari dalam bumi melalui proses erupsi gunung berapi dan rekahan kerak bumi. Di samping itu, penelitian juga membuktikan bahwa di dalam dan di bawah cairan magma (molten rock) terdapat air dengan volume puluhan kali lebih besar daripada air yangada di atas permukaan bumi. Ini membuktikan kebenaran hadis Nabi saw. bahwa “di bawah laut ada api dan di bawah api ada laut”.

Fakta-fakta ilmiah yang telah dikemukakan oleh Rasulullah empat belas abad yang lampau ini baru dapat diketahui kebenarannya oleh manusia beberapa tahun belakangan ini. Ini berarti, Rasulullah benar-benar utusan Allah, terhubung dengan wahyu, dan mendapat arahan langsung dari Allah. Maha benarlah Allah ketika Dia berfirman tentang Muhammad:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (]ibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (hepada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu Dia menyampaikan kepada bamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.

(Q.S. Al-Najm: 3-10)


Allah itu adil


Suatu ketika Nabi Musa AS bermunajat di bukit Thursina. “Ya, Allah, tunjukkanlah keadilanmu kepadaku!”

Allah pun berfirman kepada Musa, “Jika Aku menampakkan keadilan-Ku kepadamu, engkau tidak akan sabar dan tergesa-gesa menyalahkan-Ku”.
“Dengan taufik-mu”, kata Musa, “aku akan bersabar menerima dan menyaksikan keadilan-mu”.

Firman-Nya, “pergilah engkau ke sebuah mata air. Bersembunyilah engkau di dekatnya dan saksikan apa yang akan terjadi”!

Musa pun pergi ke mata air yang ditunjukkan kepadanya. Tidak lama kemudian, datanglah seorang penunggang kuda. Ia turun dari kudanya, mengambil air dan minum. Saat itu, ia menyimpan sekantong uang. Dengan tergesa-gesa ia pergi sehingga lupa membawa uang yang disimpannya.

Tidak lama kemudian, datanglah seorang anak kecil untuk mengambil air. Ia melihat sekantong uang lalu mengambilnya dan langsung pergi.

Setelah anak itu pergi, datanglah seorang kakek buta. Ia mengambil air untuk minum, berwudhu dan sholat. Setelah si kakek selesai sholat, datanglah penunggang kuda tadi untuk mengambil uangnya yang tertinggal. Ia menemukan kakek buta itu sedang berdiri dan akan segera beranjak pergi.
“Wahai kakek tua, kamu pasti mengambil kantongku yang berisi uang”!

Betapa kagetnya kakek itu. Ia berkata, “Bagaimana saya dapat mengambil kantong Anda, sementara mata saya tidak dapat melihat?”

“Kamu jangan berdusta. Tidak ada orang lain disini selain dirimu”! Bentak si penunggang kuda. Setelah bersitegang, akhirnya kakek buta itu dibunuhnya. Kemudian, ia menggeledah baju si kakek, sayang ia tidak menemukan uang yang dicarinya.

Saat melihat kejadian tersebut nabi Musa protes kepada Allah SWT, “Ya Allah, hamba sungguh tidak sabar melihat kejadian ini. Namun hamba yakin Engkau Maha Adil. Mengapa kejadian itu bisa terjadi”?

Allah SWT mengutus malaikat Jibril untuk menjelaskan apa yang terjadi. “Wahai Musa, Allah Maha Mengetahui hal-hal gaib yang tidak engkau ketahui. Anak kecil yang mengambil kantong itu sebenarnya mengambil haknya sendiri. Dahulu, ayahnya pernah bekerja pada si penunggang kuda, tetapi jerih payahnya tidak dibayarkan. Jumlah yang harus dibayarkan sama persis dengan yang diambil anak itu. Sementara si kakek buta adalah orang yang membunuh ayah anak kecil itu sebeluk ia mengalami kebutaan”.

Sekeranjang Air


”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl/16: 125)

Alkisah, tersebutlah seorang kakek yang dikenal sangat rajin membaca Alquran setiap pagi. Dia selalu duduk di meja dapur dan membaca Alquran. Cucu laki-lakinya mencoba meniru sang kakek, dengan membaca Al-Qur’an setiap pagi.

”Kakek, saya mencoba membaca Alquran seperti Kakek, tapi saya tidak pernah bisa mengerti. Setiap saat, saya membaca untuk memahami, tapi setiap saya selesai membacanya dan menutup Alquran, saya selalu lupa lagi. Apa untungnya membaca Al-Qur’an?”

Sang kakek terdiam sejenak, dan sejurus kemudian menjawab, ”Tolong ambilkan air dari sungai dengan keranjang ini, dan bawakan Kakek sekeranjang air.”

Sang cucu pun kemudian menuruti apa yang dikatakan oleh si kakek. Dia lalu mengambil air dari sungai dengan keranjang. Namun, apa yang diperolehnya? Air yang diambilnya dengan keranjang tadi selalu merembes ke luar dan habis sebelum dirinya sampai di rumah.

Si kakek tertawa tanpa mau menolongnya. Dikatakannya kalau sang cucu harus lebih cepat bergerak lain waktu.

Benar saja. Sang cucu di lain waktu kembali mencoba mengambil air dengan keranjang dan berlari lebih cepat agar air dalam keranjang itu tidak habis sia-sia. Namun, lagi-lagi tetap saja keranjang kosong sebelum dia sampai di rumah. Kehabisan napas, sang cucu mengatakan kalau dirinya tidak mungkin membawa sekeranjang air.

Untuk memuluskan niatnya mendapatkan kecukupan air, si cucu sekali lagi mencobanya. Namun, ia kali ini mengambil sebuah ember untuk mengambil air. Lantaran tahu maksud cucunya, sang kakek langsung berkata, ”Kakek tidak mau seember air, tapi yang Kakek maui adalah sekeranjang air. Sungguh kamu tidak cukup berusaha keras, Cucuku.”

Meski tahu bahwa hal itu adalah hal yang sangat tidak mungkin, sang cucu tetap membawakan sekeranjang air dengan berlari secepat mungkin. Untuk yang terakhir kalinya, usahanya tetap tidak membuahkan hasil seperti harapannya. Air yang diambilnya dengan keranjang tersebut habis sebelum sampai ke rumah.

”Kakek…, apa yang saya lakukan ini sama sekali tidak ada gunanya!” cetus si cucu, dengan nada sedikit kesal.
Dengan lemah lembutnya, tanpa rasa amarah sang kakek itu hanya tersenyum. Ia tidak lama kemudian berujar, ”Jadi, kamu pikir, ini tidak ada gunanya? Coba kamu perhatikan keranjang ini baik-baik, Cu….”

Sang cucu memperhatikan keranjang yang dibawanya, dan untuk pertama kalinya dia tersadar, dan takjub bahwa keranjang yang ada di tangannya itu kini terlihat sangat berbeda seka¬rang. Keranjang sudah berubah, dari keranjang yang kotor menjadi keranjang yang sangat bersih sekarang, baik bagian luar maupun bagian dalamnya.

”Cucuku, itulah yang terjadi saat kita membaca Alquran. Engkau mungkin tidak dapat mengerti dan mengingat segalanya, tapi ketika membacanya, engkau akan berubah menjadi lebih bersih, baik luar maupun dalam. Itulah yang dilakukan Allah SWT untuk hidupmu.”

Hikmah yang bisa diambil dari kisah yang sederhana ini adalah bo¬leh jadi ki¬ta tidak mengerti maupun tidak memahami sama sekali arti saat kita membaca Al-Qur’an. Namun, ketika kita membacanya, tanpa kita sadari kita akan berubah,  luar dan dalam.

Mari kita berupaya untuk hijrah menjadi lebih baik, dengan men¬syu¬kuri semua nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada kita. Salah satu ungkapan rasa syukur itu adalah dengan membaca Alquran untuk memperoleh rakhmat-Nya agar kita menjadi insan yang lebih baik, lebih bersih, luar dan dalam.
Insya Allah.
Wallahualam bisawab.