Imam Abu Dawud meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada yang mengarungi lautan
kecuali orang yang pergi haji, berumrah, atau berperang dijalan Allah.
Sesungguhnya dibawah laut ada api dan dibawah api ada laut”
Apa yang disebutkan dalam hadis
ini sesuai dengan sumpah Allah yang terdapat dalam Surah al-Thurr:
Demi bukit, dan kitab yang
ditulis,’pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Makmur, dan atap yang
ditinggikan (langit), dan laut yang dibakar api, sesunggubnya azab Tuhanmu
pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (QS Al-Thur : 1-8)
Ketika ayat itu diturunkan)
orang-orang Arab belum bisa memahami maksud “laut yang dibakar api” .
Paparan dalam hadis dan ayat di atas seakan-akan bertentangan dan
tak masuk akal. Sebab, air akan memadamkan api dan api dapat menguapkan air.
Bagaimana mungkin dua hal yang bertolak belakang itu disatukan? Pertanyaan
inilah yang mendorong para ulama klasik sampai pada kesimpulan bahwa “laut
yang dibakar api” adalah peristiwa yang akan rerjadi kelak di hari akhir.
Mereka menyandarkan kesimpulan ini pada ayat lain dalam Surah al-Takwir ayat 6, “Dan
apabila lautan dibakar (sujjirat)”
Memang semua ayat yang ada di
awal Surah al-Takwir menunjukkan pada persoalan-persoalan yang akan terjadi di
masa depan, yakni di alam akhirat. Namun, semua sumpah yang ada di awal-awal
Surah al-Thurr berkaitan dengan berbagai realitas kehidupan kita sekarang, di
dunia ini.
Jawaban atas misteri yang
disabdakan Muhammad rosulullah saw dan firman Allah 14 abad silam tersebut baru
mulai terungkap setelah Perang Dunia II, saat para ilmuwan melakukan ekspedisi
bawah laut untuk mencari harta karun atau sisa-sisa peradaban kuno yang
tenggelam di dasar samudra. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan apa yang mereka
temukan. Mereka melihat deretan pegunungan vulkanik sepanjang puluhan ribu
kilometer di tengah-tengah dasar samudra, salah satunya di Laut Merah.
Di antara fenomena mencengangkan
yang dapat disaksikan para ahli sekarang ini adalah bahwa kobaran lava di dasar
samudra atau lautan itu tidak bisa padam. Dan sebaliknya, sekalipun temperatur
lava mencapai di atas 1.000 c, air yang terdapat di samudra itu tidak sampai
habis menguap. Fenomena ini menunjukkan adanya keseimbangan antara air dan api
(lava). Fenomena yang dapat kita saksikan di setiap samudra dan beberapa laut
(seperti Laut Merah) merupakan bukti kemahakuasaan Allah serta kebenaran
kandungan Al-Quran dan kerasulan Muhammad.
Dalam sebuah proyek gabungan
antara Kerajaan Arab Saudi, Sudan, dan salah satu negara Eropa untuk
mengeksplorasi kekayaan mineral di dasar Laut Merah, para pekerja menyaksikan
sebuah fenomena yang menurut mereka sangat mengejutkan. Fenomena ini bermula
ketika mereka mengangkat tanah dari dasar Laut Merah, yang kedalamannya
mencapai 3.000 meter, dengan menggunakan alat keruk. setelah diletakkan di dek
kapal, alat keruk itu tidak dapat didekati, karena sangat panas. Dan ketika
dibuka, keluarlah gumpalan-gumpalan tanah bercampur air panas yang mengepulkan
asap. Setelah diteliti, panasnya ternyata mencapai 3000 C!
Berdasarkan penelitian para ahli,
ledakan (erupsi) gunung berapi di dasar samudra lebih dahsyat daripada ledakan
gunung berapi yang ada di daratan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa air
tanah dikeluarkan oleh Allah Swt. dari dalam bumi melalui proses erupsi gunung
berapi dan rekahan kerak bumi. Di samping itu, penelitian juga membuktikan
bahwa di dalam dan di bawah cairan magma (molten rock) terdapat air dengan
volume puluhan kali lebih besar daripada air yangada di atas permukaan bumi.
Ini membuktikan kebenaran hadis Nabi saw. bahwa “di bawah laut ada api dan di
bawah api ada laut”.
Fakta-fakta ilmiah yang telah
dikemukakan oleh Rasulullah empat belas abad yang lampau ini baru dapat
diketahui kebenarannya oleh manusia beberapa tahun belakangan ini. Ini berarti,
Rasulullah benar-benar utusan Allah, terhubung dengan wahyu, dan mendapat
arahan langsung dari Allah. Maha benarlah Allah ketika Dia berfirman tentang
Muhammad:
“Dan tiadalah yang diucapkannya
itu menurut hemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (]ibril) yang sangat
kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril) menampakkan diri dengan
rupa yang asli. Sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian Dia mendekat,
lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (hepada Muhammad sejarak) dua
ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu Dia menyampaikan kepada
bamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.
(Q.S. Al-Najm: 3-10)
No comments:
Post a Comment